Ucapan Tergantung Pada Orang Yang Mengucapkan, Qaidah Fiqih (5)
Kaidah fiqih merupakan kaidah-kaidah yang berasal dari simpulan dalil Al-Quran dan sunnah berdasarkan rumusan ulama' terkait hukum – hukum fiqh. Ada banyak sekali kaidah fiqh yang dihasilkan oleh para ulama. Namun, ada 5 kaidah umum yang utama. Lima kaidah ini sering disebut sebagai al-qawaid al-fiqhiyah al-kubra. Dari 5 kaidah mempunyai turunan kaidah lanjutan sebanyak 40. Kaidah yang kelima ialah
مقاصد اللفظ على نية اللافظ
“Maksud lafadz (ucapan) itu tergantung orang yang melafadzkannya (mengucapkannya)”
Implementasi kaidah di atas ialah sebagai berikut :
1. Jika seseorang mempunyai istri bernama “Thaliq” (yang dicerai), atau mempunyai budak perempuan bernama “Hurroh” (yang merdeka) maka ketika ia memanggil istrinya “Ya Thaliqu” (Hai perempuan yang dicerai), atau memanggil budak perempuannya “Ya Hurrotu” (Hai budak yang merdeka), jika ketika ia memanggil bertujuan untuk menthalaq istrinya atau memerdekakan budaknya, maka terjadilah keduanya itu, tetapi jika hanya untuk memanggil saja maka tidaklah menjadi apa-apa.
2. Jika seseorang mengulang-ulang lafadz thalaq sebanyak tiga kali untuk menthalaq istrinya dengan tidak ada huruf athafnya, maka jika ia bertujuan mengulangi lafadz itu dengan memulai dari awal, maka jatuhlah thalaqnya tiga, tetapi jika hanya mentaukidkannya (memperkuat) saja maka thalaq nya hanya jatuh satu.
3. Jika seseorang membaca dalam sholat dengan bacaan Al-Qur‟an dan tidak berniat selain membacanya, maka itu hukumnya jelas, tetapi jika ia bertujuan untuk memberikan faham kepada orang lain saja, maka batal sholatnya, tetapi jika ia berniat dua-duanya maka sholatnya tidak batal, dan ketika seseorang memutlakannya maka Qaul yang lebih Shahih berpendapat bahwa sholatnya itu batal seperti firman Allah Swt dalam surat al-Hijr : 46
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ
Artinya: "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman".
Dan firman Allah dalam surat Maryam : 12
يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
Artinya: "Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh."
4. Ketika seseorang mengiringi niatnya dengan ucapan “Insya Allah” maka ketika ia berniat untuk menggantungkannya maka batallah niatnya itu, tetapi jika untuk mengharap berkah maka tidaklah menjadi batal, atau hanya memuthlakkannya saja (tidak menggantungkan tidak juga mengharap berkah), maka Qaul yang lebih shahih menentukan bahwa hukumnya batal.
Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ
Artinya: “Jika salah satu diantara kamu ragu dalam sholatnya dan tidak mengetahuinya apakah ia telah sholat 3 rakaat atau 4 rakaat, maka sebaiknya ia meninggalkan keraguan itu dan sebaiknya berpegang pada apa yang diyakininya.” (HR. Muslim)
Posting Komentar untuk "Ucapan Tergantung Pada Orang Yang Mengucapkan, Qaidah Fiqih (5)"