Kiyai Umar Tidak Menghukum Santri Nakal
Kiyai Umar Tidak Menghukum Santri Nakal
Santri bukan berarti bebas dari nakal. Hampir setiap pondok
pesantren, terdapat santri yang nakal. Ada kisah menarik soal kenakalan santri
ini. Adalah KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang menceritakan kembali kisah di
Pondok Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan Solo saat diasuh KH Umar Abdul Manan.
Pada
pengajian haul KH Umar Abdul Manan, Gus Mus mengingatkan sebuah cerita. Wakila,
suatu ketika Kiai Umar pengasuh pondok tersebut (1916–1980) memanggil lurah
pondok.
“Aku
minta dicatatkan nama-nama santri yang nakal ya! Diranking ya. Paling atas
ditulis nama santri ternakal, nakal sekali, nakal dan terakhir agak nakal.”
Lurah
pondoknya girang bukan main. Karena sudah beragam cara diupayakan untuk
mengingatkan santri-santri nakal itu. Tapi hasilnya nihil. Sepertinya mereka
sudah beku hatinya.
Dengan penuh semangat, dijalankanlah perintah Kiai Umar
tersebut. Sejumlah nama santri yang masuk rekor, ditulis dengan spidol.
Ternakal fulan bin fulan asal dari daerah A. Nakal sekali fulan bin fulan dari
daerah B sampai santri yang agak nakal. Setelah catatan selesai dibuat,
kemudian diserahkan kepada kiai.
Tetapi,
lurah pondok itu sudah menanti seminggu, dua minggu, kok tidak ada tindakan
apa-apa. Pikirnya dalam hati, “Kok santri-santri yang nakal masih tetap nakal
ya. Kok tidak diusir atau dipanggil kiai.”
Akhirnya
lurah pondok itu memberanikan diri matur kepada Kiai Umar. “Maaf kiai,
santri-santri kok belum ada yang dihukum, ditakzir atau diusir?”
“Lho,
santri yang mana?”
“Santri
yang nakal-nakal. Kemarin panjenengan minta daftarnya.”
“Siapa
yang mau mengusir? Karena mereka nakal itu dipondokkan, biar tidak nakal. Kalau
di sini nakal terus diusir, ya tetap nakal terus. Dimasukkan ke pesantren itu
biar tidak nakal.”
“Kok
panjenengan memerintahkan mencatat santri-santri yang nakal itu?”
“Begini,
kamu kan tahu tiap malam aku setelah salat tahajud kan mendoakan santri-santri.
Catatan itu saya bawa. Kalau saya berdoa, mereka itu saya khususkan. Tanya
dululah kalau belum paham,” jawabnya.
Lebih
seru, ketika cerita ini disampaikan Gus Mus di sebuah daerah di Jawa Tengah.
Ada kiai muda mengundangnya untuk mengisi ceramah di acara khataman Quran di
pesantrennya. Puluhan ribu orang yang hadir.
Pada
kesempatan itu Gus Mus menceritakan kisah di atas. Pengasuh Pesantren di
Rembang tersebut sangat suka menceritakan kisah ini, karena apa yang dilakukan
Kiai Umar sesuai dengan yang dipesankan ayahandanya, bahwa mengajar santri
harus lahir batin.
Saat
disampaikan cerita ini, para hadirin tertawa semua. Hanya satu orang yang tidak
tertawa. Ada kiai muda itu terlihat menunduk diam. Pikir Gus Mus: “Apa kiai ini
tidak paham yang saya sampaikan atau bagaimana? Kok tidak ada ekspresi sama
sekali saat dengar cerita saya.”
Saat
turun dari podium, Gus Mus dirangkul oleh kiai muda itu. Dia membisikkan
sesuatu, “Masya Allah, alhamdulillah Gus, jenengan tidak menyebut nama. Sayalah
daftar ternakalnya Kiai Umar,” katanya.
Kaget,
heran dan kagum Gus Mus, dengan statusnya dulu sebagai santri ternakal, dia
sekarang jadi kiai dengan ribuan santri.
Sumber : Duta
Posting Komentar untuk "Kiyai Umar Tidak Menghukum Santri Nakal"