Mengenal Lebih Dekat KH. Sya'roni Ahmadi Kudus
Kelahiran dan Wafatnya KH. Sya'roni Ahmadi Kudus
KH. Sya’roni Ahmadi Al Hafidz lahir di Kota Kudus. Beliau merupakan anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Beliau ditinggalkan ibundanya semenjak kecil tepatnya ketika berusia 8 tahun. Sepeninggal ibunya kiai Sya’roni di asuh oleh sang ayah.
Namun masa ini pun tidak berlangsung lama. Karena
menginjak usiannya yang ke 13 tahun, kiai Sya’roni ditinggal oleh ayahnya.
Lengkap sudah duka kiai Sya’roni karena sejak saat itu ia menjadi anak yatim
piatu.
Beliau wafat pada hari Selasa, 27 April 2021,15 Ramadhan 1422 H. Pukul : 09.00 WIB di RSI Sunan Kudus
Pendidikan KH. Sya'roni Ahmadi Kudus
Sejak kecil KH. Sya’roni Ahmadi Al Hafidz dikenal sebagai
anak yang gandrung mengkaji agama, mulai dari al-Qur’an sampai tauhid, fikih,
tasawuf dan sebagainya. Terbukti, meskipun berasal dari keluarga dari ekonomi
pas-pasan, beliau rajin mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan di sekitar
kota Kudus.
Sya’roni kecil termasuk anak yang cerdas. Pada usia 11
tahun berliau sudah hafal kitab Alfiyah Ibnu Malik bahkan hafal al-Quran.
Dalam pendidikan formalnya beliau sempat mengenyam
pendidikan di Madrasah Diniyah Mu’awanah di Madrasah Ma’ahid lama (pada masa
KH. Muchit). Sedangkan pendidikan non formalnya, baliau banyak belajar dari
satu tempat ke tempat lain.
Untuk belajar al-Qur’an utamanya Qira’ah al-Sab’ah
berliau berguru kepada KH. Arwani Amin Kudus yang mengasuh Pondok Yanbu’ul
Qur’an. Beliau juga sempat berguru kepada KH. Turaichan Adjhuri. Sedangkan
guru-gurunya yang lain adalah KH. Turmudzi dan KH. Asnawi dan lain-lain.
Kiai Sya’roni banyak dikenal sebagai sosok yang menguasai
ilmu agama secara interdisipliner. Beliau tidak hanya mahir dalam ilmu tafsir,
tetapi juga dalam ushul al-fiqh, fikih, mantiq, balaghah dan sebagainya.
Dalam hal al-Qur’an, baliau tidak hanya pandai membacanya
namun juga pintar melagukannya bahkan beliau menjadi dewan Musabawah Tilawatil
al-Qur’an (MTQ) tingkat nasional.
Gaya Dakwah KH. Sya'roni Ahmadi Kudus
Setelah sekian lama belajar, KH. Sya’roni Ahmadi Al
Hafidz mulai berdakwah di masyarakat dalam usianya yang sangat muda. Dalam
melaksanakan dakwah Islamiyah ini, Kiai Sya’roni menggunakan dua model. Pertama
yakni model dakwah di masjid-masjid atau di sebuah rumah warga yang dijadikan
tempat untuk mengaji; kedua adalah pengajian umum atau tabligh akbar.
Metode pertama ini biasanya dipakai dan dikonsumsi oleh
masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Pengajian yang dilakukan sudah ditetapkan
jadwalnya dan proses pengajarannya pun dilakukan secara berkesinambungan.
Sedang model kedua biasanya dipakai untuk berdakwah di
luar daerah. Hal ini karena di samping masalah waktu yang tidak memungkinkan
untuk berdakwah dengan model pertama juga terkadang karena permintaan dari
penduduk setempat.
Dalam melakukan dakwah Islamiyah, sekitar tahun 1960
sampai 1970-an, Kiai Sya’roni dikenal sebagai tokoh yang sangat keras. Apalagi
saat itu adalah masa-masa ideologi komunisme yang dilancarkan PKI.
Gaya yang “keras” ini selalu dipakai Kiai Sya’roni dalam
berbagai kesempatan karena keadaan waktu itu mengandaikan demikian. Baik ketika
khutbah maupun pengajian umum atau tabligh akbar beliau selalu tampil dengan
mengambil hukum yang tegas ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat (waqi’iyyah). Konon gaya seperti ini sering dipakai
KH. Turaikhan dalam berdakwah.
Namun sekitar periode 1980-an, kiai Sya’roni mulai
banting setir. Gaya dakwah yang selama ini dilakukan dengan nada keras dirubah
total dengan memakai gaya yang melunak. Perubahan gaya dalam berdakwah ini
dilakukan dengan pendekatan komparatif yakni merujuk kepada pergeseran
masyarakat dari waktu ke waktu serta logika kebutuhan masyarakat yang tiap saat
berubah. Karena masyarakat dari waktu ke waktu berubah maka metode berdakwah
pun mesti berubah
Peran KH. Sya'roni dalam Nahdlatul Ulama' (NU)
Dalam konteks kepartaian, pada 1955 Kiai Sya’roni
merupakan sosok yang rajin berkampanye untuk Partai Ka’bah. Sampai dengan tahun
1970-an Kiai Sya’roni juga sering terlibat aktif dalam Partai NU sampai
akhirnya NU mengambil keputusan kembali ke Khittah 1926 dalam Muktamar Situbondo.
Dan beliau merupakan orang NU yang mendukung kembali khittah NU 1926.
Adapun pasca khittah NU kiai Sya’roni juga sempat
terlibat di Partai persatuan Pembangunan (PPP). Namun beliau hanya bermain di
belakang layar dan tidak berada di garis struktural kepartaian. Beliau
cenderung mengambil posisi netral. Langkah ini menjadikan kiai Sya’roni mampu
diterima oleh semua kalangan. Hubungan dengan pemerintah daerah yang waktu itu
didominasi oleh Golkar tetap terjaga dengan baik. Ditambah lagi dengan pembawaan
beliau yang lunak dan halus.
Baliau juga sangat menghindari kepentingan partai dalam
setiap pengajian yang dilakukan. Kegiatan kultural Kiai Sya’roni tetap berjalan
dengan baik. Bahkan beliau menjadi sosok yang disegani, baik oleh pemerintah
daerah maupun kelompok-kelompok yang lain.
Selain itu, selama perjuangannya di Kudus, Kiai Sya’roni
telah memberikan banyak hal. Tradisi santri yang sekarang ini lekat dengan
masyarakat Kudus rasanya tak bisa dilepaskan dari jasa beliau. Pengajian
rumahan atau di masjid-masjid seperti di Masjid Al Aqsha Menara Kudus masih
rutin dijalankan.
Pengajian tersebut di antaranya adalah membaca al-Qur’an
dan tafsir al-Qur’an. Adapun waktunya setelah Subuh. Dalam setiap pengajiannya,
kiai Sya’roni juga mampu men-setting iklim toleransi antara beberapa kelompok
yang ada, sebut saja kaum Nahdliyyin dan Muhammadiyah.
Dalam bidang pengembangan fisik, kiai Sya’roni banyak memberikan jasa dalam mengembangkan madrasah-madrasah di kota Kudus, seperti Madrasah Banat NU, Muallimat, Qudsiyyah, Tasywiq al-Thullab al-Salafiyah (TBS), dan Madrasah Diniyah Keradenan Kudus.
Kiai Sya’roni juga tercatat sebagai penasehat Rumah Sakit Islam YAKIS dan menjabat mustasyar NU cabang Kudus. Beliau juga mengisi pengajian rutin tiap ahad pagi di Masjid Jama’ah Haji Kudus (JKH).
Karya-Karya KH. Sya'roni Ahmadi Kudus
Kiai Sya’roni merupakan sosok yang bukan hanya pandai membaca kitab dan berpidato, namun beliau juga tergolong produktif dalam berkarya. Tercatat beliau kerap menulis, mensyarah dan menterjemah beberapa kitab yang digunakan untuk mengajar. Kitab-kitab tersebut banyak dikonsumsi pleh madrasah-madrasah di kota Kudus. Adapun karya-karya tersebut adalah :
- Al-Faraid al-Saniyah. Kitab ini banyak mengupas tentang doktrin ahlusunnah wal jama’ah. Penyusunan kitab ini konon diilhami oleh kitab Bariqat al-Muhammadiyah ‘ala Tariqat al-Ahmadiyah milik KH. Muhammadun Pondowan, Tayu, Pati yang saat itu rajin berpidato dan mengisi pengajian untuk menolak gerakan Muhammadiyah di kota Kudus. Kiai Sya’roni menulis kitab ini selama kurang lebih dua tahun.
- Faidl al-Asany. Kitab ini terbagi ke dalam tiga juz dan banyak membahas tentang Qira’ah al-Sab’iyyah.
- Al-Tashrih al-Yasir fi ‘ilmi al-Tafsir. Kitab ini banyak mengupas tentang tafsir al-Qur’an mulai dari pembacaan, lafal-lafalnya, sanad, arti-arti yang berhubungan dengan hukum dan sebagainya. Kitab setebal 79 halaman ini ditulis pada tahun 1972 M/1392 H.
- Tarjamah Tarsil al-Turuqat. Kitab ini membahas ilmu manthiq.
- Tarjamah al-Ashriyyah. Kitab ini membahas ilmu Ushul al-Fiqh yang banyak mengupas tentang lafadz ‘amm dan khas, mujmal dan mubayyan, ijma, qiyas dan sebagainya. Kitab ini disusun pada hari ahad siang tanggal 29 Juni 1986 M/21 Syawal 1406 H.
- Qira’ah al-Ashriyyah. Kitab ini terdiri dari tiga juz. Penyusunan kitab ini dimaksudkan, sebagaimana penuturan Kiai Sya’roni, untuk memudahkan para santri atau para siswa dalam mempelajari kitab kuning.
Postingan ini sudah tayang di laman Laduni dengan judul Biografi KH. Sya’roni Ahmadi Al Hafidz
Posting Komentar untuk "Mengenal Lebih Dekat KH. Sya'roni Ahmadi Kudus"