Sholat Idul Fitri : Hukum, Persiapan dan Tata Cara Melaksanakannya
Hukum Sholat Idul Fitri
Hukum melaksanakan sholat idul fitri adalah sunnah
muakkadah dan rupakan sholat yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan secara
berjamaah. Hal ini berlaku untuk muslim laki-laki dan perempuan yang tidak cantik dan tidak genit.
Keterangan ini sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qarib sebagai berikut,
وصلاة
العيدين سنة مؤكدة وتشرع جماعة ولمنفرد ومسافر وحر وعبد وحنثى وامرأة لاجميلة ولاذات
هيئة
Artinya : Shalat dua hari raya (idul fitri dan idul adha) adalah sunnah muakkadah bagi orang yang ada di rumah maupun diperjalanan, merdeka maupun hamba sahaya, laki-laki maupun perempuan, yang tidak cantik dan tidak genit.
Dalam pembahasan yang lebih luas, terdapat perbedaan
pendapat ini dalam hukum melaksanakan sholat id ini yaitu sebagai berikut :
Pendapat pertama
ialah pendapat Abu Hanifah, salah satu pendapat imam asy-Syafi‟i, salah satu
riwayat dari Ahmad dan pendapat sebagian ulama mazhab Maliki mengatakan bahwa
hukum shalat id adalah wajib ain.
Imam asy-Syafi‟i mengatakan: barangsiapa memiliki
kewajiban untuk mengerjakan
shalat Jum‟at, wajib baginya untuk menghadiri shalat dua hari raya. Ini
tegas bahwa hal itu wajib a‟in.
Imam Abu Hanifah dalam kitab al Binayah Syarhul Hidayah
menjelaskan,
والأصل
فيه حديث أنس - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قال: «قدم رسول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - المدينة ولأهل المدينة يومان يلعبون فيهما في الجاهلية، فقال - عَلَيْهِ
السَّلَامُ - قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما في الجاهلية، وقد أبدلكم الله خيرا
منهما يوم النحر ويوم الفطر» رواه أبو داود والنسائي والبيهقي، قال البغوي: حديث صحيح،
وأول عيد صلاه النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عيد الفطر في السنة الثانية
من الهجرة، وفيها فرض زكاة الفطر، ونزلت فريضة رمضان في شعبان وحولت القبلة وبنى بعائشة
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - في شوال وتزوج علي - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بفاطمة -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -.
م:
(وتجب صلاة العيدين على كل من تجب عليه صلاة الجمعة) ش: أشار بهذا إلى أن صلاة العيد
واجبة، كما رواه الحسن عن أبي حنيفة - رَحِمَهُ اللَّهُ - ذكر هذه الرواية في
" المبسوط " وذكر الكرخي أنها تجب على من تجب عليه الجمعة، وفي " العتبية
" هي واجبة في أصح الروايات عن أصحابنا.
Perintah untuk mengumandangkan dan melakukan takbir dalam
shalat id juga merupakan perintah untuk melaksanakan shalat, yang didalamnya
terkandung takbir yang pasti (ratib) dan takbir tambahan.
Nabi SAW selalu melaksanakan shalat ini pada kedua hari
raya dan tidak pernah meninggalkannya, hal yang demikian jufa dilakukan oleh
para Khulafaur-rasyidin dan pemimpin-pemimpin umat Islam setelahnya.
Shalat id ini merupakan syiar Islam yang paling agung.
shalat id yang pertama kali dilakukan oleh Nabi SAW ialah hari raya Idul Fitri
tahun kedua Hijriyah. Kemudian pada hari raya tahun berikutnya, beliau tetap
melaksanakannya hingga meninggal dunia.
Selain itu, argumentasi selanjutnya yang menguatkan bahwa shalat id itu hukumnya wajib ialah gugurnya kewajiban shalat Jum'at apabila bertepatan pada hari yang sama, sebagaimana yang telah dijelaskan. Padahal, sesuatu yang wajib tidak bisa di gugurkan kecuali dengan sesuatu yang wajib pula.
Pendapat kedua merupakan pendapat
ulama mazhab Hanbali dan sebagian ulama asy-Syafi'i yang menjelaskan bahwa
hukum shalat id adalah fardhu kifayah, yaitu apabila telah dikerjakan oleh
sebagian orang, maka kewajiban yang lain menjadi gugur.
Dalilnya ialah bahwa hukum shalat id bukanlah wajib 'ain karena tidak disyariatkan untuk mengumandangkan adzan, maka hukumnya tidak wajib, seperti halnya shalat jenazah.
Pendapat ketiga merupakan pendapat
Imam Malik dan Imam asy-Syafi'i, serta pendapat kebanyakan pengikut keduanya.
Pendapat ini mengatakan bahwa hukum shalat id adalah sunnah muakkad dan bukan
wajib. Shalat id adalah shalat yang mengandung ruku' dan sujud, namun tidak
disyariatkannya untuk mengumandangkan azan, maka ia tidak wajib, seperti halnya
shalat Dhuha.
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim
dalam bukunya Shaheh Fiqih Sunnah berpendapat bahwa pendapat yang kuat
adalah pendapat pertama, yaitu pendapat yang mendasarkan pada dalil-dalil
diatas. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa shalat id hukumnya sunnah
muakkad adalah pendapat yang dhoif, dan adapun pendapat yang mengatakan bahwa
shalat id adalah fardhu kifayah adalah pendapat yang kurang tepat, sebab hal
ini hanya untuk keadaan tertentu dan untuk sebagian orang saja.
Persiapan Sebelum Sholat Idul Fitri
Seorang muslim dan muslimah setelah mengetahui waktu dan
tempat akan dilaksanakannya sholat idul fitri perlu melakukan
persiapan-persiapan sebagai berikut :
1. Mandi dan mensucikan diri.
Sebelum pergi ke tempat dilaksanakannya shalat idul fitri hendaknya mandi dan
mensucikan diri. Hukum mandinya ialah sunnah, juga jangan lupa untuk berwudhu
sebelum berangkat menuju tempat shalat.
2. Memakai pakaian terbaik. Saat
ingin menuju tempat dilaksanakannya shalat idul fitri, sebaiknya menghias diri
dan memakai pakaian terbaik. Untuk pria juga dianjurkan untuk memakai
wangi-wangian. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim bahwa “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat Idul Fithri dan Idul
Adha dengan pakaiannya yang terbaik.
3. Makan. Sebelum melaksanakan
shalat id, seseorang dianjurkan untuk makan dipagi hari dan hal ini untuk
menandakan bahwa seseorang sudah tidak berpuasa dihari itu. Selain itu makan
juga menjadi pembeda antara shalat idul fitri dengan shalat idul adha dimana
saat sebelum shalat idul adha kita tidak dianjurkan untuk makan terlebih
dahulu, hal ini dimaksudkan bahwa pada hari raya idul fitri umat islam tidak
lagi melakukan ibadah puasa seperti sebelumnya pada bulan ramadhan. Sebagaimana
hadist Rasullullah SAW.
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ
وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
Artinya : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”
4. Berjalan kaki dan menempuh
jalan yang berlainan. Yang dimaksud dengan menempuh jalan yang berlainan adalah
saat pergi dan pulang shalat idul fitri hendaknya melewati jalan yang berbeda.
Hal ini dimaksudkan supaya saat pergi maupun pulang kita lebih banyak bertemu
dengan orang-orang yang juga melaksanakan shalat id dan saling bermaaf-maafan.
Pergi menuju tempat shalat id juga dianjurkan untuk berjalan kaki daripada
menggunakan kendaraan kecuali jika ada halangan atau hajat. Sebagaimana hadist
yang diriwayatkan oleh ibnu Jabir :
كَانَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Artinya : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang”.
Dan Hadist yang diriwayatkan oleh ibnu umar
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ
مَاشِيًا
Artinya : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki
5. Melafalkan dan
mengumandangkan takbir. Saat sebelum melaksanakan shalat id sebaiknya
melafalkan dan mengumandanglam kalimat takbir kepada Allah SWT sebagai tanda
kegembiraan menyambut hari raya idul fitri.
كَانَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ
المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
Artinya : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”
Waktu mengumandangkan takbiran untuk idul fitri ialah setelah ashar pada akhir bulan Ramadhan hingga sholat idul fitri dilaksanakan. Lafadz takbiran sebagai berikut,
اللَّهُ
أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Artinya : Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahi ilhamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)
Cara Melaksanakan Sholat Idul Fitri
Syekh KHR Asnawi Kudus dalam kitab Fashalatan atau dalam
al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î (juz I) karya Musthafa
al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji menjelaskan tata cara
melaksanakan Sholat idul fitri sebagai berikut
:
Pertama, shalat id didahului niat
yang jika dilafalkan akan berbunyi “ushallî rak‘ataini sunnatan li ‘îdil
fithri”. Ditambah “imâman” kalau menjadi imam, dan “ma'mûman” kalau menjadi
makmum.
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ
اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا / إِمَامًا)
لِلهِ تَعَــــالَى
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena
Allah ta’ala.”
Hukum pelafalan niat ini sunnah. Yang wajib adalah ada
maksud secara sadar dan sengaja dalam batin bahwa seseorang akan menunaikan
shalat sunnah Idul Fitri. Sebelumnya shalat dimulai tanpa adzan dan iqamah
(karena tidak disunnahkan), melainkan cukup dengan menyeru "ash-shalâtu
jâmi‘ah".
Kedua, takbiratul ihram
sebagaimana shalat biasa. Setelah membaca doa iftitah, disunnahkan takbir lagi
hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Di sela-sela tiap takbir itu dianjurkan
membaca :
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا،
وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Artinya :
“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.”
Atau boleh juga membaca
:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ
لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Artinya :
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah
maha besar.”
Ketiga, membaca Surat al-Fatihah.
Setelah melaksanakan rukun ini, dianjurkan membaca Surat al-A'lâ. Berlanjut ke
ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi
seperti shalat biasa.
Keempat, dalam posisi berdiri
kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat
tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya. Di antara
takbir-takbir itu, lafalkan kembali bacaan sebagaimana dijelaskan pada poin
kedua. Kemudian baca Surat al-Fatihah, lalu Surat al-Ghâsyiyah. Berlanjut ke
ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam. Sekali lagi, hukum takbir tambahan
(lima kali pada pada rakaat kedua atau tujuh kali pada rakaat pertama) ini
sunnah sehingga apabila terjadi kelupaan mengerjakannya, tidak sampai
menggugurkan keabsahan shalat id.
Kelima, setelah salam, jamaah tak
disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih
dahulu hingga rampung. Kecuali bila shalat id ditunaikan tidak secara berjamaah.
Hadits Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah mengungkapkan :
السنة أن يخطب الإمام
في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس
Artinya : Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada
shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah
dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)
Pada khutbah pertama khatib disunnahkan memulainya dengan takbir hingga sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua membukanya dengan takbir tujuh kali.
Posting Komentar untuk "Sholat Idul Fitri : Hukum, Persiapan dan Tata Cara Melaksanakannya "