Dalil Cinta Tanah Air Dalam Al Quran Dan Hadist Nabi
Dalam kitab al-Ta’rifat,
Al-Jurjani memberikan pengertian tentang tanah air dengan al-wathan al-ashli.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ
وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya; al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327)
Cintai terhadap tanah air merupakan hal yang alamiyah pada diri setiap manusia. Karena sifat alami yang melekat pada diri manusia, maka dalam hal ini tidak ada larangan dari agama, tentunya sepanjang tidak ada pertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. Walaupun mencintai tanah air merupakan sifat bawaan manusia, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai diinul kamiil (agama yang sempurna) bagi kehidupan manusia telah mengatur fitrah manusia untuk mencintai tanah airnya, hal ini supaya manusia dapat berperan maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
Berikut ialah diatara dalil-dalil tentang Cinta Tanah Air yang terdapat dalam Al Qur'an dan Hadis diambil dari laman NU Online :
Dalil Cinta Tanah Air Dalam Al Qur'an
Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan para ahli tafsir adalah Qur’an surat Al-Qashash ayat 85:
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ
Artinya: “Sesungguhnya
(Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar
akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85)
Para mufassir dalam
menafsirkan kata "معاد" terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang
menafsirkan kata "معاد" dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari
kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih
Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang
menafsirkan dengan Makkah.
Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi
Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan :
وفي
تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ
اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ
اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ....... قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ
لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.
Artinya: “Di dalam
tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa
“cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan
hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”,
kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)…..
Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak
negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah
negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr,
Juz 6, hal. 441-442)
Selanjutnya, ayat yang
menjadi dalil cinta tanah air menurut ulama yaitu Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat
66.
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا
أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم
Artinya: “Dan sesungguhnya
jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Bunuhlah
diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan
melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. An-Nisa':
66).
Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam
tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan:
وفي قوله: (أَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ)
إِيْمَاءٌ إِلىَ حُبِّ الوَطَنِ وتَعَلُّقِ النَّاسِ بِهِ، وَجَعَلَه قَرِيْنَ
قَتْلِ النَّفْسِ، وَصُعُوْبَةِ الهِجْرَةِ مِنَ الأوْطَانِ
Artinya: “Di dalam firman-Nya
(وِ اخْرُجُوْا مِنْ
دِيَارِكُمْ) terdapat
isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah
menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan
sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal
Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal.
144)
Pada kitabnya yang lain,
Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan:
وفي قَولِهِ تَعَالى: (أَوِ اخْرُجُوا مِنْ
دِيارِكُمْ) إِشَارَةٌ صَرِيْحَةٌ إلَى تَعَلُقِ النُفُوْسِ البَشَرِيَّةِ
بِبِلادِها، وَإِلَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مُتَمَكِّنٌ فِي النُفُوْسِ
وَمُتَعَلِقَةٌ بِهِ، لِأَنَّ اللهَ سُبْحانَهُ جَعَلَ الخُرُوْجَ مِنَ الدِّيَارِ
وَالأَوْطانِ مُعَادِلاً وَمُقارِنًا قَتْلَ النَّفْسِ، فَكِلَا الأَمْرَيْنِ
عَزِيْزٌ، وَلَا يُفَرِّطُ أغْلَبُ النَّاسِ بِذَرَّةٍ مِنْ تُرابِ الوَطَنِ
مَهْمَا تَعَرَّضُوْا لِلْمَشَاقِّ والمَتَاعِبِ والمُضَايَقاتِ
Artinya: Di dalam firman
Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat yang jelas akan
ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah
air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah SWT
menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding
dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak
akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada
penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith,
Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)
Ayat Al-Qur’an selanjutnya
yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh
Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat 122.
وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً
فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي
الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
Artinya: Dan tidak sepatutnya
orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari
setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan
agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)
Syekh Muhammad Mahmud
al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:
وتُشِيرُ الآيةُ إلى أنَّ تَعَلُّمَ العلمِ أَمْرٌ
واجِبٌ على الأمَّةِ جَميعًا وُجُوبًا لا يَقِلُّ عَن وُجوبِ الجِهادِ والدِّفاعُ
عَنِ الوَطَنِ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ، فَإِنَّ الوَطَنَ يَحْتاجُ إلى مَنْ يُناضِلُ
عَنْهُ بِالسَّيفِ وَإِلَى مَنْ يُنَاضِلُ عَنْهُ بِالْحُجَّةِ وَالبُرْهَانِ،
بَلْ إِنَّ تَقْوِيَةَ الرُّوحِ المَعْنَوِيَّةِ، وغَرْسَ الوَطَنِيَّةِ وَحُبِّ
التَّضْحِيَةِ، وَخَلْقَ جِيْلٍ يَرَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ،
وَأَنَّ الدِّفَاعَ عَنْهُ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ. هَذَا أَسَاسُ بِنَاءِ الأُمَّةِ،
ودَعَامَةُ اسْتِقْلَالِهَا
Artinya: “Ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara
keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan
mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air
membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang
berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa,
menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan
‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air)
adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan
mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil
Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)
Ayat-ayat di atas sebagaimana
telah jelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan
dalil cinta tanah air di dalam Al-Qur’an Al-Karim.
Dalil Cinta Tanah Air Dalam Hadis Rasul
Berikut ini adalah
hadits-hadits yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama
ahli hadits, yang dikupas tuntas secara gamblang :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ
الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ
حُبِّهَا ....... وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى
مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ
Artinya: “Diriwayatkan
dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat
dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau
menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena
kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
Al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari
(Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam
hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota
Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.
Sependapat dengan Al-Hafidz
Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari
Syarh Shahih Bukhari menyatakan:
وَفِيه: دَلَالَة عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ
وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ وَاْلحِنَّةِ إِلَيْهِ
Artinya; “Di dalamnya
(hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas
disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini,
Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz
10, hal. 135)
Imam Jalaluddin Al-Suyuthi
(wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ،
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي حُمَيْدٌ، أَنَّهُ
سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ
المَدِينَةِ، أَوْضَعَ نَاقَتَهُ، وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا»، قَالَ
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: زَادَ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ: حَرَّكَهَا
مِنْ حُبِّهَا. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ حُمَيْدٍ،
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: جُدُرَاتِ، تَابَعَهُ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ. (درجات): بفتح
المهملة والراء والجيم، جمع "درجة"، وهي طرقها المرتفعة، وللمستملي:
"دوحات" بسكون الواو، وحاء مهملة جمع دوحة، وهي الشجرة العظيمة. (أوضع):
أسرع السير. (مِنْ حُبِّها) أي: المدينةِ، فِيْهِ مَشْرُوعِيَّةُ حُبِّ الوَطَنِ
والحَنينِ إليه
Artinya: “Bercerita
kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad bin Ja’far, ia
berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas RA berkata:
Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah
beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau
menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau
menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.
Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid dari Anas, ia
berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya.” (Jalaluddin
Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998,
Juz 3, hal. 1360)
Sependapat dengan Ibn Hajar
Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadits sahabat Anas di atas,
memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut) terdapat unsur
disyari’atkannya cinta tanah air dan merindukannya.
Ungkapan yang sama juga
disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat
1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283) berikut:
وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ
الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ
Hadits berikutnya yang
menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq, sebagimana
disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan
Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil
Nabi al-Mushtafa berikut:
قَالَ السُّهَيْلِي: " وَفِي حَدِيْثِ
وَرَقَةَ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - لَتُكَذَّبَنَّهْ،
فَلَمْ يَقُلْ لَهُ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً، ثُمَّ قَالَ:
وَلَتُؤْذَيَنَّهْ، فَلَمْ يَقُلْ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً،
ثُمَّ قَالَ: وَلَتُخْرَجَنَّهْ، فَقَالَ: َأوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ؟ فَفِي هَذَا
دَلِيلٌ عَلَى حُبِّ اْلوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ
“Al-Suhaily berkata: Dan
di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berakata kepada Rasulullah
SAW; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia
berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun.
Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: “Apa
mereka akan mengusirku?”. Al-Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas
cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi
Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, hal. 163)
Abdurrahim bin Husain
Al-Iraqi (wafat 806 H) di dalam kitabnya Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa
Tartibil Masanid, pada hadits yang sama, juga mengutip pendapatnya Al-Suhaily:
فَقَالَ السُّهَيْلِيُّ فِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى
حُبِّ الْوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ
Artinya: “Al-Suhaily berkata: di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abdurrahim Al-Iraqi, Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 4, hal. 196)
Posting Komentar untuk "Dalil Cinta Tanah Air Dalam Al Quran Dan Hadist Nabi"